25 Feb 2009

Trilogi Laskar Pelangi

" Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan."

Diinterpretasikan dari pemikiran agung Harun Yahya

- E D E N S O R -

Saya sedang menggilai buku tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Tiga dari empat buku sudah saya baca, dan komentar saya hanya satu kata : CANGGIH !

Gaya bahasa hiperbol yang diusung Andrea tidak terbantahkan. Polos, lugu, naïf, terkadang sarkastis, tapi benar. Setiap bab mengandung kejutan dan membuat saya tidak sabar menghabiskan buku itu dalam semalam !

Dalam buku pertama yang sedang booming filmya di Jakarta belakangan ini – Laskar Pelangi - Andrea membangun sebuah fondasi cerita masa kecil yang sangat menarik. Komplit dengan tawa, tangis, miris, dan semua ironi-ironi yang tercipta di lingkungan kumuh masyarakat miskin Pulau Belitong. Andrea mencoba mengetuk setiap hati manusia normal untuk mensyukuri hidup.

Masuk ke buku kedua, penikmat diajak untuk bermimpi. Sesuai dengan judul buku tersebut – Sang Pemimpi. Bahwa setiap mimpi adalah gratis dan milik semua makhluk, Andrea yang beranjak dewasa mulai melihat kekuatan dan keajaiban dari sebuah mimpi. Di buku setebal 292 halaman ini, Andrea juga bertutur mengenai sentuhan kebaikan dan kearifan manusia dalam bertindak tanpa terasa menggurui.

Edensor sebagai buku ketiga memiliki aura tersendiri ketika saya membacanya. Ini favorit saya. Keseluruhan kisah di Edensor akan membawa kita ikut mengarungi kehidupan Andrea sambil memungut serpih-serpih puzzle hidupnya yang disebar sang Khalik melewati dimensi ruang dan waktu. Yang terlarut akan secara tidak sengaja lantas ikut menelusuri dan mencari mozaik-mozaik hidupnya sendiri, untuk kemudian menuai kesadaran tentang arti sebenarnya sebuah kalimat uzur “Everything happened for a reason.” Kalimat yang tidak asing bukan ?? Bagi saya yang maniak dalam pencarian korelasi-korelasi tertentu dalam sebuah kejadian, karya sastra modern ini tentu saja menjadi ekstasi tersendiri.

Membaca trilogi Laskar Pelangi membuat saya kembali bergairah menyelami samudra hidup yang penuh misteri sambil melihat keajaiban di setiap detaknya.

NB: review buku keempatnya "Maryamah Karpov" ditunggu saja yaa...

2 komentar:

Anonim mengatakan...

nicely written...
i can feel you universe of words expands, mungkin alhasil membaca buku ini juga ya.
tapi ini buku tentang apa ya? novel? fiksi non fiksi? atau apa?
ada juga lho yg blum tau..
*misalnya aku!! hehe ya maap waktu di jkt-pun aku blom sempet baca.
hihi tapi setelah baca tulisan kamu, jadi tertarik baca sih.

Nila Nafiri mengatakan...

Thank you for your comment.. Kalo di toko buku ini dikategorikan sebagai novel fiksi, tapi kalo menurut aku ini novel semi fiksi, karna apa yang diceritakan adalah pengalaman pribadi si penulis, tapi pastinya pake bumbu2 sedikiitt laaah..